Friday, 24 April 2020

Istana Koudenberg Yang Hilang


Tampak depan Istana Koudenberg,
dilukis oleh pelukis Flanders Jan Brueghel Junior di abad ke-17.
   Namanya mungkin terdengar asing, apalagi bagi pembaca Indonesia. Istana Koudenberg (Belanda: Paleis op de Koudenberg) pada masanya pernah menjadi salah satu kediaman kerajaan paling terkenal di Eropa. Namun sesudah keruntuhannya, ia ditinggalkan dan dilupakan. Saat ini, reruntuhan dan sisa-sisa ruang bawah tanah bekas istana ini masih ada di bawah Place-Royale di Brussel, Belgia.

Philippe III "yang Baik"
Adipati Bourgougne (1419-1467)
   Koudenberg dalam bahasa Belanda berarti "bukit (yang) dingin". Bukit kecil yang terletak di kota Brussel ini selama kurang lebih 700 tahun ditempati oleh istana yang bernama sama sebagai tempat tinggal para penguasa; entah itu raja, pangeran, atau adipati di Brabant. Pada masa pemerintahan CountLambert II dari Leuven pada abad ke-11, sebuah kastil kecil dibangun di tempat ini. Aslinya, kastil ini dibangun juga dengan fungsi pertahanan sebagai benteng di kota Brussel. Sebuah benteng pertahanan lain sebenarnya sudah ada di tepi sungai Senne yang lebih dekat ke pusat kota Brussel. Namun kondisi di tepi sungai yang tidak mendukung mendorong Adipati Jan I dari Brabant pada penghujung abad ke-13 untuk memindahkan pusat pertahanan utama ke Koudenberg.
   Seiring dengan dibangunnya tembok kedua Brussel, kastil di Koudenberg kehilangan fungsi defensif-nya. Hingga sekarang, satu-satunya sisa dari tembok kedua Brussel ini adalah Gerbang Halle, yang terletak di Boulevard du Midi. Selain itu, dalam catatan sejarah yang lebih tua, nama Koudenberg sering ditulis Coudenberg. Menurut buku Historical Dictionary of Brussels oleh Paul F. State, pada saat yang bersamaan dengan dibangunnya tembok pertahanan kedua Brussel, kastil di Koudenberg diubah menjadi tempat tinggal kebangsawanan yang sebenarnya.
Sisa-sisa batu marmer di Istana Koudenberg
dengan lambang Philippe III "yang Baik"
terukir di atasnya.
   Philippe III "yang Baik", Adipati Bourgougne (memerintah 1419-1467) merenovasi dan menjadikan Istana Koudenberg sebagai tempat tinggal kebangsawanan dan pusat pemerintahan yang pantas dan layak untuk tingkat kenegaraan di Eropa masa itu. Tak hanya itu, ia menjadikan Brussel juga sebagai pusat pemerintahan tanah-tanah di bawah kekuasaannya. Perlu diketahui bahwa Philippe terhitung di antara para bangsawan terkaya di Eropa saat itu, bahkan menyaingi keluarga-keluarga kerajaan yang berkuasa. Tanah-tanah subur di Bourgogne dan Negara-Negara Rendah (Belanda dan Belgia) membawa kekayaan bagi Kadipaten Bourgogne yang dikuasainya. Kadipaten Bourgonge sendiri terletak di wilayah yang sekarang Bourgogne-Franche-Comté di timur Prancis. Di antaranya, empat departemen yaitu Côte-d'Or, Saône-et-Loire, dan bagian selatan departemen Yonne serta departmen Nièvre sekarang termasuk dalam wilayah Kadipaten Bourgone zaman dahulu. Wilayah yang diperintah oleh Adipati Bourgogne sendiri lebih luas. Tak hanya Kadipaten Bourgogne saja. Pada masa Philippe III "yang Baik", wilayah dibawah kekuasaannya terbentang dari Belanda dan Kadipaten Brabant (yang termasuk Belgia sekarang) di utara hingga ke daerah Auvergne dan Swiss.

Aula Magna terletak di kiri atas bangunan istana dalam gambar ini.

Aula Magna
   Demi membujuk Philippe untuk menjadikan Brussel sebagai kota kediaman permanennya, dewan kota Brussel memerintahkan pembangunan sebuah aula perjamuan kenegaraan yang mewah di kompleks Istana Koudenberg. Pembangunan Aula Magna, nama bahasa Latin yang berarti Aula Besar/Agung ini didanai dari kas kota. Didesain oleh arsitek utama Willem de Voghel, Aula Magna diperindah dengan jendela dengan puncak runcing yang membentuk semacam bentuk gapura atau kubah. Terdapat lebih dari 22 cerobong asap di Aula Magna, dan aula kenegaraan ini terhubung dengan halaman dalam istana melalui tangga kenegaraan serta terhubung lewat dua pintu yang terbuka pada kapel istana sejak 1522. Aula Magna diperkirakan memiliki luas 40 x 16,3 meter, tanpa menggunakan tiang penyangga beban atap.
Kaisar Romawi Suci Karl V menyatakan
turun tahta di Aula Magna Istana Koudenberg
pada 1555
   Meskipun Lille, Bruges, atau Dijon juga terkadang menjadi tempat tinggal adipati, Philippe akhirnya lebih memilih Brussel.
   Kini, yang tersisa dari Aula Magna hanya ruang bawah tanahnya yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan dan dapur. Sekilas, ruang bawah tanahnya mungkin tidak semengagumkan aulanya sendiri jika masih bertahan hingga sekarang. Ruang bawah tanah yang terletak di bawah Place-Royale ini menjadi bagian dari Museum Koudenberg yang memiliki wewenang untuk melestarikan sisa-sisa dari Istana Koudenberg. Sisa-sisa dari Istana Koudenberg ini ditemukan dalam penggalian yang dimulai pada dekade 1980an. Sedangkan dalam penggalian tahun 1995-2000 ditemukan lantai aula yang hampir utuh, yaitu motif ubin biru dan putih berselang-seling. Ubin lantai tersebut kini sudah hilang (sejak tahun 2003), namun sisa-sisa ruang bawah tanah Aula Magna sendiri masih bisa dikunjungi di bawah Place-Royale sebagai atraksi turis. Terdapat pula sebuah batu bundar yang di atasnya terukir lambang pribadi Philippe III "yang Baik".

Masa Kejayaan
   Kembali lagi ke Istana Koudenberg. Masing-masing penguasa yang pernah tinggal di istana ini meninggalkan kontribusinya terhadap bangunan istana. Tentu saja penguasa yang paling terkenal yang pernah tinggal disini adalah Kaisar Romawi Suci Karl V, juga dikenal sebagai Raja Carlos I dari Spanyol.
Karl V, Kaisar Romawi Suci; juga sebagai
Carlos I, Raja Spanyol. Di bawah pemerintahannya
Spanyol menaklukkan Amerika dan hampir
tercipta "monarki universal".
   Kaisar Karl V menjadikan Istana Koudenberg sebagai tempat tinggalnya, meskipun ia juga punya kediaman di Toledo, Spanyol. Sebuah kapel bergaya Gotik dibangun pada masa pemerintahan di abad ke-16.
   Pada masa Karl V inilah Istana Koudenberg mencapai puncak kemewahan dan kejayaannya. Bangunan utama istana diperbesar serta dibuat lebih tinggi dan lebih luas. Jendela-jendela baru ditambahkan dan ruang-ruangan dan galeri-galeri baru berisi karya seni seperti patung dibangun dalam gaya Renaisans. Istana Koudenberg juga menjadi rumah bagi karya-karya seni lainnya yang tak terhitung, mulai dari permadani dan sulaman, barang-barang dari emas dan perak dengan estetika tinggi, manuskrip berhias (Inggris: illuminated manuscript) dan buku-buku yang dijilid dengan bahan mahal, hingga patung dan pahatan terbaik di Eropa beserta karya seni dari keramik. Tak lupa pula lukisan-lukisan karya pelukis terkenal Eropa seperti Titian, Peter Paul Rubens, dan Pieter Bruegel Senior menghiasi Istana Koudenberg pada masa jayanya.

Akhir Tragis dari "Auberge des Princes"
   Di abad ke-17, Istana Koudenberg mendapat julukan "auberge des princes", yang dalam bahasa Prancis berarti tempat penginapan para pangeran. Banyak peristiwa penting dalam sejarah Eropa terjadi di istana ini. Pertemuan pertama Dewan Negara-Negara Rendah (Belanda: Staten-Generaal van de Nederlanden) yang dibentuk pada 1464 terjadi di Aula Magna pada 1465. Pada 1515, proklamasi umur mayoritasKarl V terjadi disini. Di Aula Magna pula pada 1555 Karl V menyatakan pengunduran dirinya dan menyerahkan kekuasaannya di daerah Belanda dan Belgia sekarang pada putranya Felipe II dari Spanyol. Pada 1566, pernikahan Alessandro Farnese dan Infante Maria dari Portugal dirayakan dengan megah di Aula Magna di Istana Koudenberg. Pada kesempatan itu pula, para bangsawan Belanda menyerahkan petisi mereka pada Margaret dari Parma (yang juga menjabat sebagai gubernur Negara-Negara Rendah dalam kekuasaan Habsburg), ibu dari pengantin laki-laki. Isinya ialah untuk menyatakan ketidaksetujuan mereka dengan institusi Inkuisisi. Di kemudian hari, ketika permohonan para aristokrat ini tidak disetujui, Perang Delapan Puluh Tahun pecah dan mengakibatkan kemerdekaan Belanda dari kekuasaan Spanyol. Daerah selatan yang masih dibawah kekuasaan Spanyol kelak akan menjadi negara Belgia sekarang ini.
Lukisan kebakaran yang memusnahkan Istana Koudenberg,
dilukis oleh G. van Auwerkerken.
   Istana Koudenberg sendiri berakhir tragis. Kebakaran besar terjadi di Istana Koudenberg pada malam 3 Februari 1731. Di bulan awal tahun tersebut sistem pasokan air kota Brussel sedang membeku akibat musim dingin. Orang-orang kewalahan dan akhirnya tidak sanggup memadamkan kebakaran tersebut. Kebakaran merambat hingga ke seluruh istana, dan pada akhirnya hampir seluruh istana musnah dalam kebakaran. Hanya kapel yang tersisa.
   Hasil penyelidikan resmi mengatakan bahwa kebakaran dimulai dari dapur di ruang bawah tanah istana dimana para pegawai istana sedang memasak untuk menyiapkan suatu perjamuan. Namun sumber kebakaran lebih mungkin terjadi akibat lilin yang tanpa sengaja lupa dimatikan. Menurut situs resmi Coudenberg, kebakaran terjadi akibat kelalaian Adipati Agung Maria Elisabeth dari Austria. Sang adipati agung yang juga gubernur Negara-Negara Rendah dibawah kekuasaan Austria disebut terlalu lelah dan segera terlelap dalam tidur tanpa mematikan lilinnya, yang mengakibatkan kebakaran dan merambat ke seluruh istana. Dalam peristiwa kebakaran, koleksi-koleksi istana termasuk barang-barang dan karya seni beserta arsip dan data-data pemerintah dalam jumlah tak terbilang hilang ditelan api.
Suatu sudut dari ruang bawah tanah Koudenberg,
sekarang ini di bawah Place-Royale

   Selama hampir 40 tahun lamanya reruntuhan Istana Koudenberg dibiarkan begitu saja. Pada 1774 atas usulan Pangeran Charles Alexandre de Lorraine, reruntuhan Istana Koudenberg dan kapel istana dirobohkan. Saat itu, pemerintahan Negara-Negara Rendah sudah dipindahkan ke Rumah Nassau, yang di atas bekas tanahnya sekarang ditempati oleh Istana Charles de Lorraine (Belanda: Paleis van Karel van LotheringenPrancis: Palais de Charles de Lorraine). Bukit Koudenberg sendiri diratakan dan di atasnya dibangun Place-Royale hingga saat ini. Walaupun begitu, sisa-sisa ruang bawah tanah istana tetap dilestarikan dan digunakan sebagai situs penyelidikan sejarah sekaligus sebagai atraksi turis.



Semacam gelar kebangsawanan yang umum di Eropa. Dalam sistem kebangsawanan Prancis masa Ancien Regime, seorang count (Prancis: comte) berkedudukan lebih rendah daripada seorang markuis (Prancis: marquis) namun lebih tinggi daripada seorang viscount (Prancis: vicomte). Di Jerman dan Austria, gelar count (Jerman: graf) ini dibagi dua jenis yaitu pfalzgraf (Inggris: count palatinate) dan reichsgraf (Inggris: count(ess) of the empire) dengan kedudukan yang berbeda. 

Umur dimana seorang penguasa mulai memerintah sendiri tanpa seorang wali (Inggris: regent). Bilamana seorang penguasa naik tahta pada masa kanak-kanak, biasanya ia akan dibantu seorang wali untuk memerintah, hingga ia mencapai umur mayoritasnya (biasanya sekitar umur 14-15 tahun).

Wednesday, 22 April 2020

St. Benediktus dari Nursia

   
EVANGELIUM SECUNDUM MATTHAEUM
5: 48

Estote ergo vos perfecti sicut et Pater vester caelestis perfectus est


MATIUS 5:48
Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna

   
  

   Jika tradisi Kekristenan Timur memiliki Santo Antonius Agung dari Mesir sebagai bapa monastisisme, maka tata cara dan tradisi kehidupan membiara (monastisisme) Barat ditetapkan dan berawal dari Santo Benediktus dari Nursia. Dirinya sering digambarkan dalam tradisi gerejani sebagai seorang lelaki botak dengan janggut putih yang panjang, mengenakan pakaian seorang biarawan dan memegang entah tongkat seorang abbas (kepala biara) atau buku berisi Regula (Peraturan) Santo Benediktus yang ditulisnya, atau kedua-duanya. Regula yang ditulisnya menjadi dasar bagi tradisi kehidupan monastik Gereja Barat (Katolik Roma), dan komunitas yang mengikutinya disebut sebagai Ordo Benediktin.

   Santo Benediktus lahir di Nursia (sekarang Norcia) di Umbria, Italia. Pada saat ia lahir, Italia berada di bawah kekuasaan Odoacer, seorang raja beretnis Jermanik yang telah berhasil menggulingkan kaisar Romawi Barat terakhir Romulus Augustulus. Menurut tradisi, Santa Skolastika adalah saudari kembarnya. Kelak ia pun akan terpengaruh dan mengikuti jalan monastik Benediktus.
Ikon Santo Benediktus (kiri) bersama saudarinya,
Santa Skolastika (kanan).
Santa Skolastika dihormati sebagai pelindung
para biarawati Benediktin.
     Benediktus muda dikirim oleh orangtuanya untuk belajar di Roma. Cara semacam ini umum bagi mereka yang akan menginjak usia dewasa dan dipersiapkan untuk karier politik, terutama untuk putra dari keluarga bangsawan seperti keluarga Benediktus. Di kota tersebut, Benediktus merasa khawatir akan gaya hidup pemuda-pemuda seumurannya. Mereka diajarkan ilmu retorika, suatu ilmu yang sekarang kurang lebih dikenal orang sebagai public speaking, dimana gaya dan intonasi bicara seseorang dengan gaya persuasif lebih penting dibandingkan dengan kesahihan argumen, premis, dan kebenaran yang terkandung di dalamnya. Akibatnya, sering kali gaya hidup mereka tidak cocok dengan apa yang mereka katakan. Mereka berbicara tentang kebaikan, namun pada praktiknya hidup hanya untuk memuaskan keduniawian mereka saja.

    Benediktus mencoba untuk mengasingkan diri ke sebuah desa di luar kota. Tujuannya pada awalnya ialah mencari kedamaian. Namun, sesudah menemukan panggilan untuk menghidupi gaya hidup yang lebih menyendiri lagi, ia pergi ke gunung Subiaco dimana terdapat sebuah gua. Di bawah bimbingan rahib Santo Romanus yang telah lebih dulu menyendiri di situ, Benediktus hidup sebagai seorang rahib penyendiri.
       Ini tidak berarti hidupnya bebas dari pencobaan. Menurut tradisi, Santo Benediktus hampir jatuh ke dalam dosa ketika iblis memancingnya dengan menyamar menjadi seorang wanita muda cantik yang pernah ia kenal di Roma. Dalam penyesalannya Santo Benediktus menggulingkan dirinya di semak duri hingga tubuhnya penuh luka. Namun pengalaman yang menyakitkan tersebut membawa kedamaian bagi dirinya. Sejak saat itu, menurut tradisi, ia tidak pernah mengalami pencobaan lagi.

       Kesucian Santo Benediktus dan gaya hidup pertapanya menarik perhatian banyak orang. Orang-orang datang untuk meminta nasihat dan doanya, dan beberapa mencoba meneladan gaya hidupnya. Sebuah komunitas membiara di dekat situ baru saja kehilangan abbas mereka. Sebagai gantinya, mereka meminta Benediktus menjadi abbas mereka yang baru.
    Namun gaya hidup Benediktus terbukti terasa berat bagi mereka. Benediktus sendiri sudah memperingatkan mereka tentang hal ini, dan beberapa kali menolak tawaran mereka karena jalan hidup mereka yang tidak sesuai dengan visinya. Mereka tidak menyukai gaya Benediktus yang dianggap terlalu ketat dan disiplin.
Regula Santo Benediktus, pedoman
hidup membiara Barat;
khususnya Ordo Benediktin.
    Beberapa orang rahib mencoba untuk meracuninya. Pertama, mereka memberikan segelas minuman anggur yang telah diracuni kepada Benediktus. Di saat sang abbas membuat tanda salib di atas gelas tersebut, gelas itu seketika pecah dan anggurnya terbuang sia-sia.
     Seorang imam bernama Florentius yang tinggal di sekitar situ merasa iri akan kesucian Benediktus yang menarik banyak orang. Ia mencoba untuk meracuni sang abbas dengan memberikan kepadanya roti beracun. Ketika ia mengucapkan berkat atas roti itu, seekor burung gagak (yang disebutkan sering menerima roti dari Benediktus) datang. Benediktus menyuruh burung gagak itu untuk "pergi dan membuangnya di tempat tak seorangpun dapat menemukannya". Sesudah burung gagak itu melakukan seperti yang dikatakannya, Benediktus memberi makan burung gagak itu dengan rotinya sendiri. Kejadian tersebut tak sendirinya mengganggu Benediktus, namun orang yang sama mencoba mendiskreditkannya berulang kali.
Biara Monte Cassino, rumah pertama Ordo Benediktin dan
tempat tinggal Santo Benediktus dari 529 hingga wafatnya
pada 547.
     Pada akhirnya, Benediktus dan para biarawan pimpinannya meninggalkan Subiaco dan pindah ke Monte Cassino. Di Monte Cassino, ia mendirikan sebuah biara yang menjadi biara pertama Ordo Benediktin. Sebagai pedoman jalan hidup monastik mereka, Benediktus merumuskan dan menulis Regula (Peraturan) Santo Benediktus. Di kemudian hari, regula yang dibuatnya ini menjadi dasar penting bagi kehidupan membiara Gereja Katolik Roma.

     Kesucian dan kebijaksanaannya tidak berhenti sampai di situ. Menurut legenda, raja bangsa Goth Totila melancarkan invasi ke Italia pada dekade 540an. Tujuannya ialah untuk memulihkan kekuasaan kerajaan bangsa Goth di semenanjung itu. Ia memerintahkan seorang perwiranya, yang dalam beberapa tradisi bernama Riggio untuk memakai pakaian kerajaannya dan menemui Benediktus untuk menguji apakah sang abbas akan mengetahui tipuan itu. Dengan segera Benediktus mengetahui bahwa ia bukan sang raja yang asli. Pada tanggal 21 Maret 543 (menurut tradisi Benediktin), Totila sendiri datang untuk menemui sang abbas terhormat.
      Ada pula kisah mengenai Santo Maurus dan Santo Plasidus, dua orang muridnya. Santo Plasidus muda diutus untuk mengambil air dari danau, namun hampir tenggelam terbawa arus. Menyadari keadaannya, Santo Benediktus segera menyuruh Santo Maurus untuk menyelamatkan anak muda itu. Dalam keadaan tergesa-gesa, Santo Maurus tanpa sadar berjalan di atas air. Santo Maurus sendiri menganggap mujizat ini berkat doa dari gurunya, sedangkan Santo Benediktus berkat kepatuhan muridnya. Kepatuhan sendiri adalah wujud dari kerendahan hati, yang menjadi salah satu elemen paling penting dalam Regula Santo Benediktus.

      Santo Benediktus meninggal dunia pada 547, tidak lama sesudah saudarinya Santa Skolastika meninggal dunia. Ia dimakamkan di Monte Cassino, dimana biaranya sekarang menjadi tempat peziarahan yang penting. Hingga hari ini, hampir 15 abad sejak kematiannya, Regula Santo Benediktus masih dihormati sebagai batu penjuru yang penting bagi kehidupan monastisisme Barat. Pada tahun 1964, Paus Paulus VI menjadikan Santo Benediktus sebagai orang kudus pelindung benua Eropa. Hal ini dinyatakan kembali pada tahun 1980, ketika Paus Yohanes Paulus II menetapkan Santo Benediktus bersama dengan Santo Sirilus dan Metodius (yang berperan membawa ajaran Kristus ke tanah bangsa Slavia di Eropa Timur) sebagai orang-orang kudus pelindung Eropa.

Tuesday, 21 April 2020

Surat Perkenalan Pada Pembaca (Introduction Letter to Readers)

Salam jumpa, pembaca yang terhormat,

       Selamat datang di blog ini, Western Tradition. Dalam proyek ini kami akan membahas mengenai Eropa Barat dan agama Katolik dalam bahasa Indonesia. Tujuan tak lain tak bukan adalah agar masyarakat semakin tercerahkan dan semoga umat yang percaya semakin teguh imannya. Oleh karena itu, banyak materi dalam blog ini yang akan berisi konten religius Katolik. Pembaca diharapkan bijaksana dalam mengakses segala materi dan informasi. Anda dipersilahkan mengkritik, mengomentari, memuji jika perlu, atau menyerang dan memberi masukan selama masih mematuhi regulasi dan etika ber-Internet. Penulis bukanlah ahli atau sejarawan, atau teologan atau ilmuwan. Penulis memiliki kehendak untuk membagikan pengetahuan yang ada kepada pembaca sekalian. Seluruh materi di blog ini berdasarkan pada riset pustaka dan data yang tersedia dari sumber yang dianggap terpercaya.

Selamat membaca, Tuhan memberkati.

-----------------------------------------------------------------------------------------


Dear honorable readers,

       Welcome to Western Tradition. This project is focused on the discussion and sharing of knowledge about Western Europe and Catholicism, mostly in Bahasa Indonesia. Our goal is to enlighten people more about Western Europe and its traditions, and for those who believe so that their faith may be strengthened. As a consequence, readers may want to expect plenty of Catholic religious contents. Readers' wisdom are advised in accessing all materials and information in this blog. You are allowed and strongly welcomed to criticize, comment, compliment if necessary, or attack and give suggestions as long as you comply with Internet regulations and ethics. The author of this blog is not an expert, or a historian, or a theologian, or a scientist. We are committed to share the knowledge we have to all. Every material in this blog came from literary and data research with available materials from reliable sources.

Bonne lecture, God bless us.